Sekilas Tentang Bambu

Selasa, 01 November 2011

Alat Kesenia Tradisonal Bambu


Sejarah Seni Tradisional Alat Musik Angklung

Angklung adalah alat musik tradisional yang berasal dari Jawa Barat, terbuat dari bambu, yang dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.



Asal-usul Angklung
Dalam rumpun kesenian yang menggunakan alat musik dari bambu dikenal jenis kesenian yang disebut angklung. Adapun jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah awi wulung (bambu berwarna hitam) dan awi temen (bambu berwarna putih). Purwa rupa alat musik angklung; tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk wilahan (batangan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.


Angklung merupakan alat musik yang berasal dari Jawa Barat. Angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke Bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.


Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.


Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip).

Perenungan masyarakat Sunda dahulu dalam mengolah pertanian (tatanen) terutama di sawah dan huma telah melahirkan penciptaan syair dan lagu sebagai penghormatan dan persembahan terhadap Nyai Sri Pohaci, serta upaya nyinglar (tolak bala) agar cocok tanam mereka tidak mengundang malapetaka, baik gangguan hama maupun bencana alam lainnya. Syair lagu buhun untuk menghormati Nyi Sri Pohaci tersebut misalnya:


Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Perkembangan selanjutnya dalam permainan Angklung tradisi disertai pula dengan unsur gerak dan ibing (tari) yang ritmis (ber-wirahma) dengan pola dan aturan=aturan tertentu sesuai dengan kebutuhan upacara penghormatan padi pada waktu mengarak padi ke lumbung (ngampih pare, nginebkeun), juga pada saat-saat mitembeyan, mengawali menanam padi yang di sebagian tempat di Jawa Barat disebut ngaseuk.


Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.


Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.


Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.

Angklung Kanekes

Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka orang Baduy) digunakan terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun), terutama di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.


Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan, Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran, Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrung Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler, Ngaranggeong, Aceukna, Marengo, Salak Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat Reundang, Papacangan, dan Culadi Dengdang. Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan masyarakat Daduy Dalam, mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan; tabu), tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual.


Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.


Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.

Angklung Dogdog Lojor

Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan jakarta, Bogor, dan Lebak). Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau Seren Taun di pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.


Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran dalam baresan Pangawinan (prajurit bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya. Instrumen yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah 2 buah dogdog lojor dan 4 buah angklung besar. Keempat buah angklung ini mempunyai nama, yang terbesar dinamakan gonggong, kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap instrumen dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang.


Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya Bale Agung, Samping Hideung, Oleng-oleng Papanganten, Si Tunggul Kawung, Adulilang, dan Adu-aduan. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap.

Angklung Gubrag

Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung).

Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik.



Angklung Badeng
Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.


Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1 angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam.

Lagu-lagu badeng: Lailahaileloh, Ya’ti, Kasreng, Yautike, Lilimbungan, Solaloh.


Angklung Buncis

Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit; lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi.

Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis nyengcle..., dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis.


Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung indung, 2 angklung ambrug, angklung panempas, 2 angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian 3 buah dogdog, terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di antaranya: Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.

Dari beberapa jenis musik bambu di Jawa Barat (Angklung) di atas, adalah beberapa contoh saja tentang seni pertunjukan angklung, yang terdiri atas: Angklung Buncis (Priangan/Bandung), Angklung Badud (Priangan Timur/Ciamis), Angklung Bungko (Indramayu), Angklung Gubrag (Bogor), Angklung Ciusul (Banten), Angklung Dog dog Lojor (Sukabumi), Angklung Badeng (Malangbong, Garut), dan Angklung Padaeng yang identik dengan Angklung Nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang bernada lima (salendro atau pelog) oleh Daeng Sutigna alias Si Etjle (1908—1984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke siswa-siswa sekolah dan dimainkan secara orkestra besar.

(Sumber rujukan :
 Ganjar Kurnia. 2003. Deskripsi kesenian Jawa Barat. Dinas Kebudayaan & Pariwisata Jawa Barat, Bandung)

id.wikipedia.org

Sabtu, 02 Juli 2011

Bambu Eul Eul

 Di antara puluhan species bambu, jenis yang satu ini bisa dibilang masih sangat langka. Tidak seperti bambu lainnya, buluhnya mengandung air mineral yang bisa diminum dan diyakini mengobati berbagai macam penyakit.Bambu eul-eul. Namanya pun terdengar unik. Menurut Adang Meman (34), penjual bambu eul-eul nama 'eul-eul' bisa jadi plesetan dari 'euleh-euleh aya cai' (wah, ada air-red). Penemuan warga Pameungpek Banjaran ini dengan bambu eul-eul terjadi karena rasa penasaran. "Waktu itu saya heran kok kakek nenek naik turun gunung tapi masih tetap kuat," tutur Adang saat ditemui di salah satu stand Agriexpo Graha Manggala Siliwangi, Kamis (28/5/2009). Usut punya usut mereka meminum air dari dalam bambu tapi mereka sendiri tidak sadar bahwa kekuatan fisik mereka didapatkan dengan mengkonsumsi air dari bambu tersebut.Adang pun melihat hal itu sebagai peluang usaha. Maka pada tahun 2003 Adang mulai membudidayakan bambu tersebut dan menjualnya kepada masyarakat. Namun dia enggan menyebutkan lokasi persis hutan tempat bambu tersebut tumbuh. "Saya khawatir akan merusak pelestarian. Kalau diinformasikan nanti diserbu," candanya. Adang pun menjadi distributor tunggal dalam penjualan bambu eul eul. Awalnya memang cukup sulit untuk memperkenalkan bambu eul-eul ini apalagi saat itu secara ilmiah atau pengalaman belum ada bukti cukup kuat. Umumnya masyarakat belum percaya kalau air bambu tersebut berkhasiat. Alih-alih sembuh malah menambah penyakit.Tapi berkat kegigihan dan kepiawaian Adang dalam merayu pembeli pelan tapi pasti konsumen bambu eul-eul makin bertambah. Adang melakukan pemasaran dari pameran ke pameran baik Bandung maupun Jakarta. Menurutnya, pola penjualan seperti itu terbukti meningkatkan penjualan. Konsumen yang sudah merasakan manfaatnya mempromosikan dari mulut ke mulut mengenai khasiat bambu eul-eul. Selain itu, Adang pun melakukan penjualan secara online.Adang pun mendaftarkan bambu eul eul ke Dinas Kesehatan. Menurut hasil uji laboratorium, air tersebut mengandung 18,34 persen zat organik. Meski diakui Adang dia belum melakukan penelitian secara lebih mendalam mengenai kandungan air di bambu eul-eul.Sampai saat ini diakui Adang dia sudah melayani ribuan konsumen termasuk Presiden SBY dan Ibu Yudhoyono. Pengalaman dan testimoni dari para konsumenlah yang membuat Adang berani menuliskan kalau bambu ini mengobati berbagai macam penyakit. Dari mulai jantung, tipes, sesak nafas, daya tahan tubuh, darah tinggi dan banyak penyakit lainnya.Tidak ada aturan tertentu untuk meminumnya. Tapi menurut Adang, semakin sering mengkonsumsi akan mempercepat proses ppenyembuhan.

Jumat, 25 Februari 2011

Treatment Pengawetan Bambu

Pengawetan Bambu / Bamboo Treatment
Sahabat Bambu produces high quality treated bamboo poles, preserved with borax & boric acid. Availiable bamboo species: Gigantochloa atroviolacea (Black Bamboo) diameter 5-12 cm, Denrocalamus asper (Petung/Betung) diameter 10-18 cm, Gigantochloa apus (bambu apus) diameter 4 - 9 cm, Bambusa glaucescens (bambu cendani) diameter 2 - 3 cm.For more information please contact tlhakim@gmail.com

Sahabat Bambu berpengalaman mengawetkan bambu dengan sistem Vertical Soak Diffusion (VSD) menggunakan bahan pengawet yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan. Sistem VSD ini awal mulanya dikembangkan oleh EBF Bali. Metode VSD terbukti efektif melindungi bambu dari serangan kumbang bubuk dan rayap hingga puluhan tahun.

Kami menjual berbagai jenis dan ukuran bambu yang telah diawetkan, diantaranya jenis petung, wulung, apus, dan legi. Kami juga sedang membangun teknik pengawetan menggunakan tangki bertekanan yang dapat mengawetkan berbagai jenis dan ukuran bambu secara lebih cepat.


Proses Pengawetan Bambu
Mengapa bambu harus diawetkan? Bambu adalah material alami organik. Di iklim tropis yang dengan kelembaban tinggi seperiti Indonesia, tanpa pengawetan bambu hanya dapat bertahan kurang dari tiga tahun. Tidak seperti kebanyakan kayu keras, bambu memiliki kandungan gula yang tinggi yang merupakan makanan alami kumbang bubuk dan serangga bor lainnya. Kerusakan biologis bambu dapat mengurangi nilai estetis, kekuatan dan daya guna bambu, bahkan bubuk yang keluar dari bambu yang terserang dapat menggangu kesehatan. Kerusakan dapat menyebabkan pelapukan, retak, pecah dan yang paling buruk dapat menyebabkan bangunan bambu menjadi rubuh.
Pengawetan menjadi sangat penting jika bambu digunakan untuk keperluan struktur bangunan karena berkaitan dengan keamanan. Bangunan atau interior bambu yang diharapkan berdiri lebih dari tiga tahun sudah seharusnya mempertimbangkan menggunakan bambu yang telah diawetkan.
Manfaat dan tujuan pengawetan adalah: 1) Memperpanjang usia komponen bambu, 2) Mencegak kerusakan, 3) Mempertahankan kekuatan dan stabilitas bangunan, 4) Meningkatkan nilai estetis serta, 5) Memberi nilai tambah lain seperti lebih tahan terhadap api (berdasarkan penelitian, bambu yang diawetkan dengan borates memiliki tingkat "fire retardant" yang lebih tinggi dari pada yang tidak diawetkan.

Proses pengisian larutan pengawet untuk perendaman vertikal bambu di fasilitas pengawetan sahabat bambu di cebongan, Yogyakarta
Contoh Bambu Awet

Gambar di atas adalah jenis-jenis bambu yang biasa digunakan untuk konstruksi bangunan, mebel maupun kerajinan tangan lainnya. Dari kanan ke kiri: petung, wulung, ori, apus, tutul dan cendani.
JENIS-JENIS BAMBU YANG BERNILAI EKONOMI
(Dikumpulkanr dari berbagai sumber oleh J.A. Sonjaya)

Bambusa bambos (L.) Voss
Nama lokal: bambu ori, jawa: pring ori

Tinggi, diameter dan warna batang:
Tinggi mencapai 30 m (dinding batang sangat tebal dan batang berbulu tebal); 15-18 cm (jarak buku 20-40 cm); hijau muda.

Tempat tumbuh:
Tanah basah, di sepanjang sungai.

Budidaya:
Jarak tanam 6 m x 6 m. Pemberian pupuk kompos 5-10 kg pada saat penanaman berguna untuk pertumbuhan awal. Pemupukan dengan NPK akan meningkatkan biomasa. Jenis ini kurang cocok untuk skala luas karena berduri sehingga menyulitkan dalam pemanenan. Penebangan dapat dilakukan dengan memotong setinggi 2 m dari atas tanah.

Pemanenan dan Hasil:
panen dapat mulai dilakukan setelah umur 3-4 tahun. Sisakan 8-10 batang setiap rumpun untuk mempertahankan tingkat produksi. Hindari pengambilan risoma untuk perbanyakan karena dapat merusak rumpun. Produktivitas tahunan dapat mencapai sekitar 5000-8000 batang/ha.

Manfaat:
Rebungnya (sayuran), daunnya (makanan ternak), dan bibitnya (bahan makanan sekunder) sampai dengan batangnya (keperluan rumah tangga dan bahan dasar bangunan). Jenis ini berguna sebagai pengendali banjir bila ditanam disepanjang sungai dan pelindung tanaman dari angin kencang. Batangnya dipakai untuk industri pulp, kertas dan kayu lapis. Jenis ini juga dapat dipakai sebagai bahan dasar pembuatan semir sepatu, lem perekat, kertas karbon dan kertas kraft tahan air. Rendaman daun bambunya dipakai untuk penyejuk mata dan mengobati penyakit (bronkitis, demam, dan gonorrhoea).

Bambusa vulgaris Schrader ex Wendland
Nama lokal: pring ampel, bambu ampel, haur

Tinggi, diameter dan warna batang:
Tinggi mencapai 10-20 m (batang berbulu sangat tipis dan tebal dinding batang 7-15 mm); 4-10 cm (jarak buku 20-45 cm); kuning muda bergaris hijau tua.

Tempat tumbuh:
Mulai dataran rendah hingga ketinggian 1200 m, di tanah marjinal atau di sepanjang sungai, tanah genangan, pH optimal 5-6,5, tumbuh paling baik pada dataran rendah.

Budidaya:
Jarak tanam 8 m x 4 m (312 rumpun/ha). Pemberian pupuk sangat dianjurkan untuk meningkatlkan hasil. Dosis pupuk per ha adalah 20-30 kg N,0-15 kg P, 10-15 kg K dan 20-30 kg Si. Pembersihan cabang berduri dan dasar rumpun tua akan meningkatkan produksi batang bambu dan mempermudah pemanenan.

Pemanenan dan Hasil:
Pemanenan dapat dimulai setelah tanaman berumur 3 tahun, puncak produksi mulai umur 6-8 tahun. Rebung dapat dipanen 1 minggu setelah keluar dari permukaan. Satu rumpun dalam setahun dapat menghasilkan 3-4 batang baru. Produksi tahunan diperkirakan menghasilkan sekitar 2250 batang atau 20 ton berat kering/ha.

Manfaat:
Air rebusan rebung muda bambu kuning dimanfaatkan untuk mengobati penyakit hepatitis. Batangnya banyak digunakan untuk industri mebel, bangunan, perlengkapan perahu, pagar, tiang bangunan dan juga sangat baik untuk baha baku kertas.

Dendrocalamus asper (Schultes f.) Backer ex Heyne
Nama lokal: bambu petung, buluh betung, bulu jawa, betho.

Tinggi, diameter dan warna batang:
Tinggi mencapai 20-30 m (batang berbulu tebal dan ebal dinding batang 11-36 mm); 8-20 cm (jarak buku 10-20 cm di bagian bawah dan 30-50 cm di bagian atas); coklat tua.

Tempat tumbuh:
Mulai dataran rendah hingga ketinggian 1500 m, tumbuh terbaik pada ketinggian antara 400-500 m dengan curah hujan tahunan sekitar 2400 mm. Tumbuh di semua jenis tanah tetapi paling baik di tanah yang berdrainase baik.

Budidaya:
Jarak tanam 8m x 4m (312 rumpun/ha). Pemberian pupuk sangat dianjurkan untuk meningkatkan hasil. Dosis pupuk setiap tahun adalah 100-300 kg/ha NPK (15:15:15). Untuk memperbanyak rebung baru sangat dianjurkan untuk memberi seresah di sekitar rumpun.

Pemanenan dan Hasil:
Pemanenan dapat dimulai setelah tanaman berumur 3 tahun, puncak produksi mulai umur 5-6 tahun; untuk pemanenan rebung dilakukan satu minggu setelah rebung muncul ke permukaan. Satu rumpun dewasa dapat menghasilkan 10-12 batang baru per tahun (dengan 400 rumpun menghasilkan sekitar 4500-4800 batang/ha). Produktivitas tahunan rebung dapat menghasilkan 10-11 to rebung/ha dan untuk 400 rumpun per ha dapat mencapai 20 ton rebung.

Manfaat:
Rebung dari jenis ini adalah rebung yang terbaik dengan rasanya yang manis dibuat untuk sayuran. Batangnya digunakan untuk bahan bangunan (perumahan dan jembatan), peralatan memasak, bahkan juga untuk penampung air. Banyak digunakan untuk konstruksi rumah, atap dengan disusun tumpang-tindih, dan dinding dengan cara dipecah dibuat plupu.


Dendrocalamus strictus (Roxb.) Nees
Nama lokal: bambu batu

Tinggi, Diameter dan Warna batang:
Tinggi mencapai 8-16 m (batang berbulu tebal dan tebal dinding batang hingga 1 cm); 2,5-12,5 cm (jarak buku 30-45 cm); hijau – kekuningan – buram.

Tempat tumbuh:
Di segala jenis tanah, khususnya tanah liat berpasir dengan drainase yang baik dengan pH 5,5-7,5. Ketinggian dari permukaan laut sampai dengan 1200 dengan curah hujan optimal per tahun 1000-3000 mm.

Budidaya:
Iklim dan jenis tanah memegang kunci dalam keberhasilan penanaman jenis ini. Jika tanahnya miskin hara atau terlalu kering atau kena penyakit akan mempengaruhi elastisitas bambu (mudah patah) dan bisa menyebabkan kerontokan daun. Suhu haruslah berkisar antara 20-30 derajat C (min 5 derajat C, maks 45 derajat C). Aplikasi penyubur NPK sangat dianjurkan (misal campuran 15:15:15 untuk 200 kg/ha). Jarak tanam 3-5 m x 3-5 m (400-1000 rumpun/ha).

Pemanenan dan Hasil:
Dilakukan setelah 3-4 tahun. Pemotongan dapat dilakukan kurang dari 30 cm di atas tanah dan / diatas jarak buku ke dua. Produktivitas tahunan dari penanaman 400 rumpun bisa mencapai sekitar 3,5 ton bamboo atau dengan 200 rumpun bisa mencapai 2,8 ton bamboo.

Manfaat:
Digunakan untuk bahan industri pulp dan kertas, kayu lapis, bangunan, mebel, anyaman, peralatan pertanian, dan peternakan. Daunnya digunakan untuk makanan ternak.


Gigantochloa apus (J.A & J.H. Schultes) Kurz
Nama lokal: bambu apus, pring apus, peri

Tinggi, Diameter dan Warna batang:
Tinggi mencapai 8-30 m (batang berbulu tebal dan tebal dinding batang 1,5 cm); 4-13 cm (jarak buku 20-75); hijau keabu-abuan cenderung kuning mengkilap.

Tempat tumbuh:
Jenis ini dapat tumbuh di dataran rendah, dataran tinggi (atau berbukit-bukit) sampai dengan 1500 m. Bahkan juga dapat tumbuh di tanah liat berpasir.

Budidaya:
Penanaman jenis ini sebaiknya dilakukan antara bulan Desember samapai Maret. Untuk meningkatkan produktivitasnya dapat diberi pupuk kompos atau pupuk kimia, jarak tanam 5-7 m2.

Pemanenan dan Hasil:
Dilakukan setelah 1-3 tahun pada musim kering (antara April sampai Oktober) pada batang yang sudah berumur lebih dari 2 tahun. Produktivitas dalam satu rumpun adalah 6 batang. Produktivitas tahunannya dapat menghasilkan sekitar 1000 batang/ha.

Manfaat:
Biasanya digunakan sebagai tanaman pagar penghias. Batangnya juga dapat dipakai sebagai alat pembuatan pegangan payung, peralatan memancing, kerajinan tangan (rak buku), industri pulp dan kertas dan penghalau angin kencang (wind-break).

Gigantochloa atroviolacea Widjaja
Nama lokal: bambu hitam, pring wulung, peri laka
Tinggi, Diameter dan Warna batang:
Tinggi mencapai 2 m (batang berbulu tipis/halus dan tebal, dinding batang hingga 8 mm); 6-8 cm (jarak buku 40-50 cm); Dari hijau-coklat tua-keunguan atau hitam.

Tempat tumbuh:
Ditanah tropis dataran rendah, berlembab, dengan curah hujan per tahun mencapai 1500-3700 mm, dengan kelembaban relatif sekitar 70% dan temperatur 20-32 derajat C. Dapat pula tumbuh di tanah kering berbatu atau tanah (vulkanik) merah. Jika ditanam di tanah kering berbatu, warna ungu pada batang akan kelihatan semakin jelas.

Budidaya:
Jarak tanam 8 m x 7 m (200 rumpun/ha). Dianjurkan untuk selalu memperhatikan tentang pengairan, pembersihan gulma dan penggemburan tanah secara terus-menerus selama 2-3 tahun setelah awal penanaman. Pembersihan dasar rumpun tua dan penggalian ulang tanah akan meningkatkan produksi rebung.

Pemanenan dan Hasil:
Pemanenan dapat dimulai setelah tanaman berumur 4-5 tahun dengan hasil produksi 20 batang per 3 tahun (atau dengan 200 rumpun/ha dapat menghasilkan sekitar 4000 batang/ha dalam 3 tahun).

Manfaat:
Digunakan untuk bahan pembuatan instrumen musik seperti angklung, calung, gambang dan celempung. Juga berfungsi untuk bahan industri kerajinan tangan dan pembuatan mebel. Rebungnya dapat dimanfaatkan sebagai sayuran.

Gigantochloa pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja
Nama lokal: bambu andong, gambang surat, peri

Tinggi, Diameter dan warna batang:
Tinggi mencapai 7-30 m (batang berbulu tebal dan tebal dinding batang hingga 2 cm); 5-13 cm (jarak buku hingga 40- 45 cm); hijau kehijau-kuningan atau hijau muda.

Tempat tumbuh:
Di tanah liat berpasir/tanah berpasir dengan ketinggian hingga 1200 m di atas permukaan laut dengan curah hujan per tahun 2350-4200 mm, temperatur 20-32 derajat C dengan tingkat kelembaban relatif sekitar 70%.

Budidaya:
Jarak tanam 8 m x 8 m. Pemberian pupuk organik maupun pupuk kompos pada awal penanaman sangat berguna sekali bagi peningkatan produksi. Juga dianjurkan untuk dilakukan pembersihan gulma, diperhatikan tentang pengairan serta penggemburan tanah. Pembersihan dasar rumpun tua dan penggalian ulang tanah akan memacu pertumbuhan batang baru.

Pemanenan dan Hasil:
Pemanenan dapat dimulai setelah berumur 3 tahun dengan memotong batang tepat di atas tanah dan sebaiknya dipilih musim kering untuk memanennya. Untuk regenerasi batang baru dianjurkan untuk menggali ulang dan menutup dasar batang sisa panen dengan plastik. Hasil produksi tahunan untuk 275 rumpun/ha menghasilkan sekitar 1650 batang/ha atau 6 batang/rumpun.

Manfaat:
Digunakan untuk bahan bangunan, pipa air, mebel, peralatan rumah tangga, sumpit makan, tusuk gigi, dan peralatan musik. Rebungnya dapat dimasak menjadi sayuran.

Sidebar Menu
Home
Company Profile
Product & Services
treatment
building
training
furniture
design
article
r & d
handicraft
bamboo species
laminated bambo
fence panel
Personnel
Contact Us
Guest Book
Links
Domestic Wholesale Bamboo
(Southern Bamboo, domestic bamboo poles sold direct and wholesale)
LeBeau Bamboo Nursery
(We grow varieties of bamboo, specializing in bamboo for privacy hedges and screens)
The Malibu Company
(Green Products for a Sustainable Tomorrow......)
AristekturDesign
(Architecture, Design & Photography)
EBF
(Bamboo, people and environment)
ABARI
(Abari is a socially and environmentally committed research,design and construction firm that examines, encourages, and celebrates the vernacular architectural tradition of Nepal. )
Snaffle Up
(The recycling web site designed to keep useful items out of landfill)
Humanitarian Bamboo
(This project aims to bridge the gap between the knowledge held by skilled bamboo artisans and professionals about bamboo construction and the very immediate need for practical solutions and recommendations of aid workers and affected communities in post d)
Morisco Bamboo
(Pemberdayaan Bambu untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.)
Rumah Jogja
(Menyajikan berbagi informasi properti terutama di Yogyakarta. Website ini adalah bagian dari grup Tabloid Rumah Jogja)
Idep Foundation
(IDEP Foundation is dedicated to help people understand our interconnectedness with nature and to support safe and sustainable lifestyles.)
Mangrove Action Project
(Organisasi nirlaba yang fokus pada konservasi dan restorasi hutan mangrove )
Volunteers in Asia (VIA)
(Organisasi nirlaba penyedia jasa tenaga sukarela dari Amerika Serikat untuk sekolah, universitas dan lembaga-lembaga swadaya masyarkat di Asia, termasuk Indonesia)
Statistics

© 2008 SahabatBambu.Com | Develop By : IndoGlobalWeb.Com |

Material Bambu Untuk Bangunan Arsitektur


Bambu merupakan sumber bahan bangunan yang dapatdiperbaharui dan banyak tersedia di Indonesia. Dari sekitar 1.250 jenis bambu di dunia, 140 jenis atau 11% nya adalah spesies asli Indonesia. Orang Indonesia sudah lama memanfaatkan bambu untuk bangunan rumah, perabotan, alat pertanian, kerajinan, alat musik, dan makanan. Namun, bambu belum menjadi prioritas pengembangan dan masih dilihat sebagai “bahan milik kaum miskin yang cepat rusak”. Sahabat Bambu hadir untuk mengangkat citra bambu dengan menghasilkan produk berkualitas yang indah, kuat, dan tahan lama. Bambu yang dipanen dengan benar dan diawetkan merupakan bahan yang kuat, fleksibel, dan murah, yang dapat dijadikan bahan alternatif pengganti kayu yang kian langka dan mahal..

Bambu sudah dikenal oleh masyarakat sebagai bahan bangunan sejak lama. Pada umumnya, bagian-bagian bangunan yang dapat dibuat dari bambu jauh lebih murahjika dibandingkan dengan bahan bangunan lain untuk kegunaan yang sama. Bambu juga dapat dijadikan sebagai elemen bangunan (struktur) yang kuat, awet, dan tahan gempa. Namun demikian, alternatif penggunaan material bambu sebagai elemen bangunan di Jawa Timur, khususnya di Surabaya belum banyak dan belum maksimal. Hal ini disebabkan informasi dan penelitian mengenai material bambu belum sampai kepada masyarakat, sehingga masyarakat hanya mendasarkan konstruksi bambu dari pengalaman yang pernah dilakukan oleh nenek moyang. Studi mengenai pemanfaatan material bambu sebagai salah satu alternatif elemen bangunan ini diawali dengan melakukan analisa sifat fisik dan mekanik bambu. Sifat fisik terdiri dari kerapatan kadar air dan berat jenis, sedangkan sifat mekanik terdiri dari kuat tekan, kuat lentur, kuat geser, dan kuat tarik. Analisa tersebut dilakukan pada ruas atas, ruas tengah, dan ruas bawah material bambu, untuk selanjutnya dilakukan pendataan terhadap kekuatan pada masing – masing ruas. Dari studi ini didapatkan hasil bahwa kekuatan rata – rata pada setiap ruas selalu bervariasi untuk semua percobaan sifat fisik maupun maupun mekanik. Analisis varian dari data yang diperoleh dalam percobaan kadar air menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara posisi spesimen dengan kadar air. Analisis yang lain juga memperlihatkan bahwa kekuatan bambu sangat dipengaruhi oleh kelembaban bambu dan tebal dinding batang bambu.

Pengawetan Bambu

Pengembangan bambu selalu terganjal oleh ketahanan material bambu. Tidak sedikit konsumen yang jera menggunakan produk bambu karena cepat rusak dimakan kumbang bubuk. Sahabat Bambu hadir untuk mengatasi masalah ini dengan motto “Bukan Bambu Namanya Jika Tidak Diawetkan!”. Kami mengawetkan bambu dengan metode Vertical Soak Diffusion (VSD) menggunakan larutan borate yang telah teruji keampuhannya memperpanjang umur bambu hingga puluhan tahun. Sahabat Bambu memiliki dua fasilitas pengawetan dengan kapasitas total 4.000 bambu per bulan. Kami juga sedang membangun sistem pengawetan pressure tank dengan kapasitas 6.000 bambu per bulan. Untuk menjamin kepuasan konsumen, kami terus melakukan penelitian dan pengembangan metode pengawetan yang ampuh, efisien, murah dan ramah lingkungan.

Konservasi Bambu

Pemanfaatan bambu harus didukung oleh upaya reboisasi dan pengelolaan yang ramah lingkungan. Kami sangat berkepentingan untuk menjaga ketersediaan bambu, tidak hanya untuk kebutuhan produksi, juga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kualitas lingkungan. Bambu menghasilkan biomassa tujuh kali lipat dibanding hutan pepohonan. Selain itu rumpun bambu berperan dalam mencegah erosi karena dapat memperkuat ikatan partikel dan menahan pengikisan tanah. Karenanya, pemanfaatan bambu harus diintegrasikan dengan upaya pelestarian agar bambu tetap tersedia dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang baik. Kami memberikan jasa konsultan dan pelatihan pengelolaan bambu yang meliputi pembudidayaan, pengelolaan rumpun, dan pengembangan produk yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Konstruksi Bambu

Bambu memiliki kekuatan yang dapat dipersaingkan dengan baja. Karena kelenturan dan kekuatannya yang tinggi, struktur bambu juga merupakan bangunan tahan gempa. Sayangnya, selama ini kekuatan bambu belum diimbangi dengan teknik sambungan yang kuat. Bekerjasama dengan Prof. Morisco, Sahabat Bambu mengaplikasikan konstruksi dengan teknik sambungan yang telah teruji kekuatannya di laboratorium dan di lapangan. Berbagai bangunan sekolah, rumah tinggal, gazebo, dan gudang telah didirikan. Paduan antara kekuatan, kejelian arsitek, dan keampuhan bahan pengawet menghasilkan konstruksi yang kuat, tahan gempa, indah, dan awet hingga puluhan tahun. Sahabat Bambu siap melayani Anda yang menginginkan bangunan bambu berkualitas, baik skala kecil maupun besar.

Jenis-jenis Bambu yang Bernilai Ekonomis:

Bambusa bambos
Nama lokal: bambu ori, jawa: pring ori

Tinggi, diameter dan warna batang:
Tinggi mencapai 30 m (dinding batang sangat tebal dan batang berbulu tebal); 15-18 cm (jarak buku 20-40 cm); hijau muda.

Tempat tumbuh:
Tanah basah, di sepanjang sungai.

Budidaya:
Jarak tanam 6 m x 6 m. Pemberian pupuk kompos 5-10 kg pada saat penanaman berguna untuk pertumbuhan awal. Pemupukan dengan NPK akan meningkatkan biomasa. Jenis ini kurang cocok untuk skala luas karena berduri sehingga menyulitkan dalam pemanenan. Penebangan dapat dilakukan dengan memotong setinggi 2 m dari atas tanah.

Pemanenan dan Hasil:
panen dapat mulai dilakukan setelah umur 3-4 tahun. Sisakan 8-10 batang setiap rumpun untuk mempertahankan tingkat produksi. Hindari pengambilan risoma untuk perbanyakan karena dapat merusak rumpun. Produktivitas tahunan dapat mencapai sekitar 5000-8000 batang/ha.

Manfaat:
Rebungnya (sayuran), daunnya (makanan ternak), dan bibitnya (bahan makanan sekunder) sampai dengan batangnya (keperluan rumah tangga dan bahan dasar bangunan). Jenis ini berguna sebagai pengendali banjir bila ditanam disepanjang sungai dan pelindung tanaman dari angin kencang. Batangnya dipakai untuk industri pulp, kertas dan kayu lapis. Jenis ini juga dapat dipakai sebagai bahan dasar pembuatan semir sepatu, lem perekat, kertas karbon dan kertas kraft tahan air. Rendaman daun bambunya dipakai untuk penyejuk mata dan mengobati penyakit (bronkitis, demam, dan gonorrhoea).

Bambusa vulgaris
Nama lokal: pring ampel, bambu ampel, haur

Tinggi, diameter dan warna batang:
Tinggi mencapai 10-20 m (batang berbulu sangat tipis dan tebal dinding batang 7-15 mm); 4-10 cm (jarak buku 20-45 cm); kuning muda bergaris hijau tua.

Tempat tumbuh:
Mulai dataran rendah hingga ketinggian 1200 m, di tanah marjinal atau di sepanjang sungai, tanah genangan, pH optimal 5-6,5, tumbuh paling baik pada dataran rendah.

Budidaya:
Jarak tanam 8 m x 4 m (312 rumpun/ha). Pemberian pupuk sangat dianjurkan untuk meningkatlkan hasil. Dosis pupuk per ha adalah 20-30 kg N,0-15 kg P, 10-15 kg K dan 20-30 kg Si. Pembersihan cabang berduri dan dasar rumpun tua akan meningkatkan produksi batang bambu dan mempermudah pemanenan.

Pemanenan dan Hasil:
Pemanenan dapat dimulai setelah tanaman berumur 3 tahun, puncak produksi mulai umur 6-8 tahun. Rebung dapat dipanen 1 minggu setelah keluar dari permukaan. Satu rumpun dalam setahun dapat menghasilkan 3-4 batang baru. Produksi tahunan diperkirakan menghasilkan sekitar 2250 batang atau 20 ton berat kering/ha.

Manfaat:
Air rebusan rebung muda bambu kuning dimanfaatkan untuk mengobati penyakithepatitis. Batangnya banyak digunakan untuk industri mebel, bangunan, perlengkapan perahu, pagar, tiang bangunan dan juga sangat baik untuk baha baku kertas.

Dendrocalamus asper
Nama lokal: bambu petung, buluh betung, bulu jawa, betho.

Tinggi, diameter dan warna batang:
Tinggi mencapai 20-30 m (batang berbulu tebal dan ebal dinding batang 11-36 mm); 8-20 cm (jarak buku 10-20 cm di bagian bawah dan 30-50 cm di bagian atas); coklat tua.

Tempat tumbuh:
Mulai dataran rendah hingga ketinggian 1500 m, tumbuh terbaik pada ketinggian antara 400-500 m dengan curah hujan tahunan sekitar 2400 mm. Tumbuh di semua jenis tanah tetapi paling baik di tanah yang berdrainase baik.

Budidaya:
Jarak tanam 8m x 4m (312 rumpun/ha). Pemberian pupuk sangat dianjurkan untuk meningkatkan hasil. Dosis pupuk setiap tahun adalah 100-300 kg/ha NPK (15:15:15). Untuk memperbanyak rebung baru sangat dianjurkan untuk memberi seresah di sekitar rumpun.

Pemanenan dan Hasil:
Pemanenan dapat dimulai setelah tanaman berumur 3 tahun, puncak produksi mulai umur 5-6 tahun; untuk pemanenan rebung dilakukan satu minggu setelah rebung muncul ke permukaan. Satu rumpun dewasa dapat menghasilkan 10-12 batang baru per tahun (dengan 400 rumpun menghasilkan sekitar 4500-4800 batang/ha). Produktivitas tahunan rebung dapat menghasilkan 10-11 to rebung/ha dan untuk 400 rumpun per ha dapat mencapai 20 ton rebung.

Manfaat:
Rebung dari jenis ini adalah rebung yang terbaik dengan rasanya yang manis dibuat untuk sayuran. Batangnya digunakan untuk bahan bangunan (perumahan dan jembatan), peralatan memasak, bahkan juga untuk penampung air. Banyak digunakan untuk konstruksi rumah, atap dengan disusun tumpang-tindih, dan dinding dengan cara dipecah dibuat plupu.

Dendrocalamus strictus
Nama lokal: bambu batu

Tinggi, Diameter dan Warna batang:
Tinggi mencapai 8-16 m (batang berbulu tebal dan tebal dinding batang hingga 1 cm); 2,5-12,5 cm (jarak buku 30-45 cm); hijau – kekuningan – buram.

Tempat tumbuh:
Di segala jenis tanah, khususnya tanah liat berpasir dengan drainase yang baik dengan pH 5,5-7,5. Ketinggian dari permukaan laut sampai dengan 1200 dengan curah hujan optimal per tahun 1000-3000 mm.

Budidaya:
Iklim dan jenis tanah memegang kunci dalam keberhasilan penanaman jenis ini. Jika tanahnya miskin hara atau terlalu kering atau kena penyakit akan mempengaruhi elastisitas bambu (mudah patah) dan bisa menyebabkan kerontokan daun. Suhu haruslah berkisar antara 20-30 derajat C (min 5 derajat C, maks 45 derajat C).Aplikasi penyubur NPK sangat dianjurkan (misal campuran 15:15:15 untuk 200 kg/ha). Jarak tanam 3-5 m x 3-5 m (400-1000 rumpun/ha).

Pemanenan dan Hasil:
Dilakukan setelah 3-4 tahun. Pemotongan dapat dilakukan kurang dari 30 cm di atas tanah dan / diatas jarak buku ke dua. Produktivitas tahunan dari penanaman 400 rumpun bisa mencapai sekitar 3,5 ton bamboo atau dengan 200 rumpun bisa mencapai 2,8 ton bamboo.

Manfaat:
Digunakan untuk bahan industri pulp dan kertas, kayu lapis, bangunan, mebel, anyaman, peralatan pertanian, dan peternakan. Daunnya digunakan untuk makanan ternak.

Gigantochloa apus
Nama lokal: bambu apus, pring apus, peri

Tinggi, Diameter dan Warna batang:
Tinggi mencapai 8-30 m (batang berbulu tebal dan tebal dinding batang 1,5 cm); 4-13 cm (jarak buku 20-75); hijau keabu-abuan cenderung kuning mengkilap.

Tempat tumbuh:
Jenis ini dapat tumbuh di dataran rendah, dataran tinggi (atau berbukit-bukit) sampai dengan 1500 m. Bahkan juga dapat tumbuh di tanah liat berpasir.

Budidaya:
Penanaman jenis ini sebaiknya dilakukan antara bulan Desember samapai Maret. Untuk meningkatkan produktivitasnya dapat diberi pupuk kompos atau pupuk kimia, jarak tanam 5-7 m2.

Pemanenan dan Hasil:
Dilakukan setelah 1-3 tahun pada musim kering (antara April sampai Oktober) pada batang yang sudah berumur lebih dari 2 tahun. Produktivitas dalam satu rumpun adalah 6 batang. Produktivitas tahunannya dapat menghasilkan sekitar 1000 batang/ha.

Manfaat:
Biasanya digunakan sebagai tanaman pagar penghias. Batangnya juga dapat dipakai sebagai alat pembuatan pegangan payung, peralatan memancing, kerajinan tangan (rak buku), industri pulp dan kertas dan penghalau angin kencang (wind-break).

Gigantochloa atroviolacea
Nama lokal: bambu hitam, pring wulung, peri laka

Tinggi, Diameter dan Warna batang:
Tinggi mencapai 2 m (batang berbulu tipis/halus dan tebal, dinding batang hingga 8 mm); 6-8 cm (jarak buku 40-50 cm); Dari hijau-coklat tua-keunguan atau hitam.

Tempat tumbuh:
Ditanah tropis dataran rendah, berlembab, dengan curah hujan per tahun mencapai 1500-3700 mm, dengan kelembaban relatif sekitar 70% dan temperatur 20-32 derajat C. Dapat pula tumbuh di tanah kering berbatu atau tanah (vulkanik) merah. Jika ditanam di tanah kering berbatu, warna ungu pada batang akan kelihatan semakin jelas.

Budidaya:
Jarak tanam 8 m x 7 m (200 rumpun/ha). Dianjurkan untuk selalu memperhatikan tentang pengairan, pembersihan gulma dan penggemburan tanah secara terus-menerus selama 2-3 tahun setelah awal penanaman. Pembersihan dasar rumpun tua dan penggalian ulang tanah akan meningkatkan produksi rebung.

Pemanenan dan Hasil:
Pemanenan dapat dimulai setelah tanaman berumur 4-5 tahun dengan hasil produksi 20 batang per 3 tahun (atau dengan 200 rumpun/ha dapat menghasilkan sekitar 4000 batang/ha dalam 3 tahun).

Manfaat:
Digunakan untuk bahan pembuatan instrumen musik seperti angklung, calung, gambang dan celempung. Juga berfungsi untuk bahan industri kerajinan tangan dan pembuatan mebel. Rebungnya dapat dimanfaatkan sebagai sayuran.

Gigantochloa pseudoarundinacea
Nama lokal: bambu andong, gambang surat, peri

Tinggi, Diameter dan warna batang:
Tinggi mencapai 7-30 m (batang berbulu tebal dan tebal dinding batang hingga 2 cm); 5-13 cm (jarak buku hingga 40- 45 cm); hijau kehijau-kuningan atau hijau muda.

Tempat tumbuh:
Di tanah liat berpasir/tanah berpasir dengan ketinggian hingga 1200 m di atas permukaan laut dengan curah hujan per tahun 2350-4200 mm, temperatur 20-32 derajat C dengan tingkat kelembaban relatif sekitar 70%.

Budidaya:
Jarak tanam 8 m x 8 m. Pemberian pupuk organik maupun pupuk kompos pada awal penanaman sangat berguna sekali bagi peningkatan produksi. Juga dianjurkan untuk dilakukan pembersihan gulma, diperhatikan tentang pengairan serta penggemburan tanah. Pembersihan dasar rumpun tua dan penggalian ulang tanah akan memacu pertumbuhan batang baru.

Pemanenan dan Hasil:
Pemanenan dapat dimulai setelah berumur 3 tahun dengan memotong batang tepat di atas tanah dan sebaiknya dipilih musim kering untuk memanennya. Untuk regenerasi batang baru dianjurkan untuk menggali ulang dan menutup dasar batang sisa panen dengan plastik. Hasil produksi tahunan untuk 275 rumpun/ha menghasilkan sekitar 1650 batang/ha atau 6 batang/rumpun.

Manfaat:
Digunakan untuk bahan bangunan, pipa air, mebel, peralatan rumah tangga, sumpit makan, tusuk gigi, dan peralatan musik. Rebungnya dapat dimasak menjadi sayuran.

Selasa, 12 Oktober 2010



Catatan : Artikel ini saya kutip 100%
Andrey Subiantoro January 28, 2009 dari : www.andreysubiantoro.com

SEKILAS TENTANG BAMBU

Gambaran umum sekilas tentang bambu ini menggambarkan bagaimana pentingnya peranan potensi bambu dalam menopang keberlanjutan hutan dan nilai ekonomis di masa depan. Hutan sebagai sumber utama penghasil kayu dari waktu ke waktu kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Keadaan ini disebabkan adanya tindakan eksploitasi dengan cara yang sangat tidak bijaksana, tanpa memperhatikan keberlangsungan dan kelestarian hutan itu sendiri. Pertambahan penduduk yang pesat, nilai ekonomis yang dikandung hutan merupakan beberapa hal pemicu semakin cepatnya kerusakan hutan.


Hutan sebagai paru-paru dunia keberadaannya kini sudah jauh berkurang dari 30% luas daratan. Tidak bisa dibayangkan dampak negatif akibat kerusakan hutan terhadap kehidupan di bumi ini, siklus iklim yang sudah tidak menentu, banjir, kekeringan merupakan beberapa efek langsung dari rusaknya hutan, masih banyak dampak negatif lain akibat rusaknya hutan.


Untuk menyelamatkan hutan perlu ditempuh berbagai cara, baik secara managerial, kebijakan-kebijakan, politis dan sebagainya. Satu hal yang penting dan mendesak guna mereduce kerusakan hutan adalah mencari alternatif pengganti kayu. Diketahui bahwa substitusi terdekat kayu yang cenderung mudah dalam pengusahaannya adalah bambu. Bambu keberadaannya tersebar mulai dari dataran rendah hingga ke dataran tinggi, mulai dari pedesaan sampai ke perkotaan. Untuk tumbuh, bambu tidak memerlukan habitat khusus sebagaimana layaknya rotan, oleh sebab itu bambu merupakan jawaban sebagai alternatif pengganti kayu di masa depan, dengan demikian percepatan kerusakan hutan dapat lebih dikurangi.


Bambu merupakan jenis tanaman berkayu masuk dalam kategori keluarga rumput-rumputan sehingga ada yang mengistilahkan bambu sebagai rumput raksasa. Secara prospek ekonomis di masa depan bambu diistilahkan emas yang belum tergali. Istilah ini mengandung makna yang sangat dalam betapa sangat berharganya bambu jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Dari beberapa hasil penelitian bambu memiliki manfaat mulai dari untuk pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, seni dan estetika, kesehatan, budaya, politis dan sebagainya. Potensi manfaat yang sangat besar dikandung oleh sumberdaya bambu ini.


Bambu merupakan salah satu jenis tanaman perintis sehingga untuk tumbuh tidak membutuhkan persyaratan tumbuh yang teramat rumit sebagaimana tanaman lain. Tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi sesuai dengan jenis. Memiliki umur yang panjang dalam siklus hidupnya ± 30 -100 tahun bahkan lebih, tergantung dari jenisnya. Ada jenis yang setelah berbunga langsung mati, kelebihannya pengembangbiakan secara generatif untuk jenis ini relatif sulit, namun pembiakan secara vegetatif sangat mudah. Jenis lain ada yang setiap tahunnya berbunga, kelebihannya pembiakan secara generatif relatif mudah dan vegetatif relatif sulit.


Secara fisik memiliki kelebihan yaitu serat panjang dan rapat, lentur tidak mudah patah, dinding keras dan sebagainya. Kecepatan pertumbuhan bambu dalam menyelesaikan masa pertumbuhan vegetatifnya merupakan tercepat dan tidak ada tanaman lain yang sanggup menyamainya. Dari beberapa hasil penelitian, kecepatan pertumbuhan vegetatif bambu dalam 24 jam berkisar 30 cm – 120 cm per 24 jam, tergantung dari jenisnya. Sebuah keajaiban pertumbuhan yang tidak dapat ditemukan pada tanaman lain.


Nilai lebih lain dari bambu dibandingkan kayu adalah sekali tanam produksi dapat dilakukan secara berulang-ulang, berbeda dengan kayu sekali tanam kemudian produksi selanjutnya perlu penaman lagi. Sifat bambu yang demikian merupakan prospek yang sangat cerah secara ekonomis dan menguntungkan secara investasi. Walaupun demikian agar produksi bambu dapat dilakukan secara berulang-ulang dalam pengelolaannya harus memegang dan memperhatikan titik kritis dari bambu, pengelolaan dalam budidaya bambu harus mengacu pada azas kelestarian (kelestarian produksi dan kelestarian sumberdaya) dan penaganannya harus mendasarkan diri pada silvikultur bambu.


Bambu memiliki sifat yang unik di mana batang yang satu berkaitan dengan batang yang lain dan mempengaruhi terhadap kemunculan serta kualitas anakan berikutnya. Oleh sebab itu di dalam mengelola bambu harus memperhatikan silvikultur bambu itu sendiri agar azas kelestarian dapat terpenuhi, yang pada akhirnya akan turut meningkatkan profit dari investasi bambu itu sendiri.

Secara ekonomis, produk-produk yang berasal dasar dari bambu memiliki nilai yang cukup baik. Banyak produk-produk yang dihasilkan mencakup mulai dari sandang (serat untuk pembuatan pakaian, dll), papan (papan lembaran, lantai, meubel, dll), pangan (rebung kalengan, kripik, aneka jenis makanan olahan, dll), estetika&budaya (kertas budaya untuk sembahyang, pernik-pernik artifisial ruangan, dll), kesehatan (arang, vinegar, dll) dan sebagainya. Dengan pengolahan bertehnologi tinggi, bambu dapat dijadikan kertas kualitas nomor satu, bahan obat-obatan kesehatan berkualitas, dsb. Masih banyak lagi potensi bambu yang terpendam dan belum tergali, tentunya dibutuhkan suatu inovasi tehnologi kedepan guna dapat mewujudkan potensi tersebut.

Mengusahakan bambu dari sisi budidaya perlu adanya sebuah persiapan matang menyangkut lahan, bibit sampai dengan pasca panen, sehingga akan menjadi satu kesatuan integral dan berkesinambungan. Gambaran sekilas tentang bambu ini semoga dapat memberikan pencerahan dan merubah paradigma bambu yang selama ini diidentikan dengan kampung. Potensi yang dikandung sumber daya bambu jauh lebih besar kemanfaatannya jika dibandingkan dengan kayu.

(Tulisan tentang bambu pada blog ini sengaja saya buat dan dedikasikan kepada pembimbing saya sekaligus sebagaimana layaknya seorang teman diskusi, sahabat, orangtua yang memiliki dedikasi dan integritas yang tidak diragukan lagi dalam upaya menyebarluaskan, mengembangkan dan menggali segala hal yang berkaitan dengan perbambuan, tulisan tentang bambu yang jauh dari sempurna ini saya persembahkan untuk pembimbing saya yang terhormat alm. Prof. DR. Ir Achmad Sulthoni, Msc)